BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Wartawan adalah sebuah profesi. Dengan kata lain,
wartawan adalah seorang profesional. Seperti halnya dokter, bidan, guru atau
pengacara. Dalam menjalankan profesinya, seorang wartawan harus dengan sadar
menjalankan tugas, hak, kewajiban dan fungsinya yakni mengemukakan apa yang
sebenarnya terjadi. Sebagai seorang profesional, seorang wartawan harus turun
ke lapangan untuk meliput suatu peristiwa yang bisa terjadi kapan saja. Bahkan,
wartawan kadangkala harus bekerja menghadapi bahaya untuk mendapatkan berita
terbaru dan original.
Selain itu wartawan harus mematuhi kode etik
jurnalistik, misalnya wartawan tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta,
fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan
susila. wartawan menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan tidak
diperkenankan menerima sogokan, dsb. Dalam melaksanakan kode etik
junelistik tidak semudah membalikkan telapak tangan. banyak hambatan yang harus
dilalui untuk menjadi wartawan yang profesional.
Kode etik harus menjadi landasan moral atau etika
profesi yang bisa menjadi operasional dalam menegakkan integritas dan
profesionalitas wartawan. Penetapan kode etik guna menjamin tegakanya kebebasan
pers serta terpenuhinya hak – hak masyarakat. Wartawan memiliki kebebasan pers
yakni kebebasan mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Meskipun demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian
kode etik jurnalistik?
2. Mengapa
diperlukan kode etik jurnalistik bagi para jurnalis?
3. Jelaskan ciri-ciri
kode etik jurnalistik?
4. Apa
manfaat dari adanya kode etik jurnalistik?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari kode etik jurnalistik?
2. Untuk
mengetahui mengapa diperlukan kode etik jurnalistik bagi para jurnalis?
3. Untuk
menjelaskan ciri-ciri kode etik jurnalistik?
4. Untuk
menjelaskan manfaat kode etik jurnalistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kode Etik
Jurnalistik
Kode (Inggris: code,
dan Latin: codex) adalah buku
undang-undang kumpulan sandi dan kata
yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam
masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis dan
ajaran kesusilaan. Menurut KBBI etika mengandung arti ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Moral adalah kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan
tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah
laku, dan tata karma penertiban. Kode
Etik jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani
wartawam dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin
sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusi wartawan
dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling
mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib di jungjung tingggi
dan di hormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran
merupakan hak wartawan yang dijamin konstitusi, mengingat negara kesatuan
republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib
menegakan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk
mengaluarkan pikiran.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan
dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). KEJ itu antara lain menetapkan:
1.
Berita diperoleh dengan cara yang
jujur.
2.
Meneliti kebenaran suatu berita atau
keterangan sebelum menyiarkan (check and
recheck).
3.
Sebisanya membedakan antara kejadian
(fact) dan pendapat (opinion).
4.
Menghargai dan melindungi kedudukan
sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang
wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang
memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.
5.
Tidak memberitakan keterangan yang
diberikan secara off the record (for your eyes only).
6.
Dengan jujur menyebut sumbernya
dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk
kesetiakawanan profesi.
Ketika Indonesia memasuki era reformasi dengan
berakhirnya rezim Orde Baru, organisasi wartawan yang tadinya “tunggal”, yakni
hanya PWI, menjadi banyak. Maka, KEJ pun hanya “berlaku” bagi wartawan yang
menjadi anggota PWI. Namun demikian, organisasi wartawan yang muncul selain PWI
pun memandang penting adanya Kode Etik Wartawan. Pada 6 Agustus 1999, sebanyak 24
dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan menandatangani Kode
Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI.
KEWI berintikan tujuh hal sebagai berikut:
1. Wartawan
Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan
Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi
serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan
Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta
dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak
melakukan plagiat.
4. Wartawan
Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul,
serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan
Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan
Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan
Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta
melayani Hak Jawab.
Kemudian ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku
bagi seluruh wartawan Indonesia. Penetapan dilakukan Dewan Pers sebagaimana
diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melalui SK Dewan Pers No.
1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.
Penetapan Kode Etik itu guna menjamin tegaknya
kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat.Kode Etik harus menjadi
landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam
menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.Pengawasan dan penetapan
sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajaran
pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu.
B. Mengapa
Diperlukan Kode Etik Jurnalistik Bagi Para Jurnalis.
Kode Etik Jurnalistik adalah
aturan tata susila kewartawanan, dan juga normal tertulis yang mengatur sikap,
tingkah laku, dan tata krama penerbitan. Mengapa Perlu Kode Etik……?
Kode etik jurnalistik
diperlukan karena membantu para wartawan menentukan apa yang benar dan apa yang
salah, baik atau buruk, dan bertanggung jawab atau tidak dalam proses kerja
kewartawanan. Etika ditentukan dan dilaksanakan secara pribadi. Secara
sederhana, kaidah etika dirujuk dari kode etik (code of ethics) yang
bersifat normatif dan universal sebagai kewajiban moral yang harus dijalankan
oleh institusi pers. Epitsemologi diwujudkan melalui langkah metodologis
berdasarkan pedoman prilaku (code of conduct) yang bersifat praksis dan
spesifik bagi setiap wartawan dalam lingkup lembaga persnya. Nilai dari kode
etik bertumpu pada rasa malu dan bersalah (shamefully and guilty feeling)
dari hati nurani. Karena itulah kode etik terkait dengan perkembangan dan
pergeseran nilai masyarakat.
C. Ciri-ciri
Kode Etik Jurnalistik
Adapun ciri
dari suatu kode etik adalah sebagai berikut :
1. Kode etik
mempunyai sanksi yang bersifat moral terhadap anggota kelompok tersebut.
2. Daya jangkau
suatu kode etik hanya tertuju kepada kelompok yang mempunyai kode etik tersebut.
3. Kode etik dibuat dan di susun
oleh lembaga / kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan
organisasi itu dan bukan dari pihak luar.
Seorang jurnalis tidak boleh mencelakakan sumber
berita, baik itu karena keterusterangannya yang konyol dan tolol maupun karena
tidak tahu situasi dan kondisi sumber berita yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, kode etik jurnalistik sesungguhnya berfungsi
sebagai berikut :
a.
Alat control social, yaitu tidak
hanya megatur hubungan antara sesame anggota seprofesi, tetapi juga dapat juga
mengatur hubungan antara anggota organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
b.
Mencegah adanya control dan campur
tangan pihak lain, termasuk pemeritnah atau kelompok masyarakat tertentu.
D. Manfaat Kode Etik Jurnalistik
Manfaat kode etik jurnalistik adalah memperlihatkan kepada publik
suatu karya jurnalistik. Kode etik ini pula sebagai penuntun seorang wartawan dalam
melakukan tugasnya, baik dalam peliputan suatu berita atau menulis dan
menyiarkan berita tersebut. Dengan memiliki kode ini, maka wartawan dapat
menimbang apakah tindakan yang dilakukannya benar atau salah, baik atau jahat,
bertanggungjawab atau tidak. Ketaatan terhadap kode etik jurnalistik dapat
dijadikan tolok ukur keprofesionalan wartawan. Dengan demikian, seorang
wartawan dapat dikatakan professional jika ia menaati kode etik jurnalistik,
yaitu memberitakan secara berimbang, melakukan check and recheck,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, tidak menyuap dan disuap,
tidak membuat berita bohong, menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, dan
menghormati kehidupan pribadi narasumber.
Dengan
adanya kode etik ini, maka seharusnya wartawan dapat:
1. Menimbang prinsip-prinsip dasar,
nilai-nilai, kewajiban terhadap dirinya dan kewajiban terhadap orang lain.
2. Menentukan bagi dirinya sendiri
bagaimana ia akan hidup, bagaimana ia akan melaksanakan pekerjaan
kewartawanannya, bagaimana ia akan berpikir tentang dirinyasendiri dan tentang
orang lain, bagaimana ia akan berperilaku dan bereaksi terhadap orang-orang
serta isu-isu di sekitarnya. (Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik, Rosihan Anwar
1996).
Wartawan Indonesia juga bekerja
berdasarkan kode etik yang disusun mengikuti perubahan dan tuntutan zaman.
Kendati kode etik ini tidak langsung berkaitan dengan hukum, tetapi pelanggaran
kode etik sangat berpotensi untuk berhadapan dengan hukum. Kode etik wartawan
Indonesia mengenal beberapa prinsip utama yang tidak boleh dilanggar. Itu
meliputi :
1. Wartawan Indonesia harus menghormati
hak masyakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara
yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas
kepada sumber berita.
3. Wartawan Indonesia menghormati asa
praduga tak bersalah, tidak mencampurkan adukkan fakta dan opini, berimbang,
serta selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan
informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima
suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki hak
tolak, menghargai embargo, latar belakang dan off the record sesuai
kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut
dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
Prinsip mematuhi kode etik ini kini semakin penting jika
mengingat kesadaran masyarakat akan hukum makin tinggi. Di luar kode etik yang
ditetapkan oleh Dewan Pers, sebenarnya pegangan wartawan Indonesia dalam
melakukan tugas adalah “berkiblat” terhadap aturan-aturan di dalam
undang-undang yang berlaku.
Misalnya, hak seseorang atas wilayah rumah dan pekarangannya
yang diatur dalam hukum positif. Dalam kaitan ini, maka seorang wartawan tidak
bisa, atas nama tugas untuk masuk tanpa izin. Tidak hanya melanggar etika,
tetapi telah melanggar hak privat seseorang. Kasus-kasus demikian sangat
berpotensi untuk diperkarakan. Pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk,
misalnya, melapor ke polisi.
Mengakui identitas diri sebagai wartawan adalah keharusan.
Tetapi, dalam hal-hal tertentu, untuk kegiatan investigasi reportase, identitas
ini kadang harus ditutupi. Kendati demikian, dalam proses investigasi ini, pada
saatnya wartawan harus membuka identitasnya.
Kode Etik jurnalis menjadi penuntun
seorang wartawan untuk dua hal dalam melakukan profesinya: pencarian dan
penulisan berita. Pencarian meliputi etika selama proses perencanaan hingga
pencarian berita itu (termasuk pengambilan foto, proses wawancara, pemuatan
dokumen) serta penulisan berita yang meliputi proses penulisan sampai berita
tersebut selesai.
Dengan
demikian, maka ketika seseorang wartawan merencanakam untuk menulis sebuah
berita dengan rencana tertentu yang tak terpuji, maka ia sebenarnya sudah mulai
melanggar kode etik.
Kode
etik sebagai suatu pertanggungjawabam bermakna pula bahwa seorang wartawan
berani dan jujur untuk mengakui bahwa berita yang dibuatnya adalah mengambil
milik orang lain atau berita yang dibuatnya salah. Dalam kaitan inilah, maka
wartawan harus menyebut sumber berita untuk berita yang dibuatnya. Penyebutan
ini, di sisi lain, juga untuk mencegah jika ternyata berita itu salah dan ada
pihak yang menggugat.
Mengakui
kekeliruan adalah harga mahal yang harus dilakukan wartawan terhadap berita
atau ketidakakuratan yang dibuat. Tapi, harga mahal ini mutlak harus dilakukan
dan dengan cara ini justru akan memberikan penilaian dan citra positif pada
pers. Karena itulah, bantahan atau ralat, sepanjang itu memang benar, harus
dilakukan pada kesempatan yang pertama. Wartawan harus mengakui kekeliruannya
dan meminta maaf atas kekeliruan yang dibuat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagi seorang wartawan, sama
dengan profesi lainnya,kodet etik adalah penting. Ini adalah semangat korps
yang merupakan bagian dari pekerjaan .Wartawan dalam tugasnya tidak hanya
mencari, mengumpulkan dan menyajikan berita. Namun lebih dari itu adalah dalam
semangat untuk memberikan informasi, edukasi dan hiburan kepada audiens.
Kode etik adalah aturan
kerja yang tidak begitu ketat namun mencerminkan semangat kesatuan wartawan
kapan dan dimanapun bekerja. Sekaligus pula sebagai sebuah pegangan dalam
bekerja sehingga di satu sisi dapat melindungi diri, dilindungi oleh kode etik
ini dan juga melindungi sumber berita. Kode Etik Wartawan Indonesia adalah bagian dari budaya kerja yang profesional, bukan sekedar macan
kertas.
Bekerja tanpa kode etik
menunjukkan seseorang tidak profesional. Beda wartawan yang profesional dan
tidak profesional adalah dari bagaimana dia bekerja. Apakah dalam memburu
beritanya dia memegang kodet etik atau semua cara dihalalkan. Seringkali kode
etik ini dicampakkan karena memang sikap tidak profesional wartawan itu tidak
terbawa dalam dirinya.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat pemakalah sampaikan.
Pemakalah menyadari bahwa makalah yang telah pemakalah buat ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata.
Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat pemakalah harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
Dan akhirnya, pemakalah meminta maaf apabila terdapat
banyak kesalahan baik dalam sistematika penulisan, isi dari pembahasan maupun
dalam hal penyampaian materi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pemakalah sendiri pada khususnya dan para pembaca sekalian yang budiman pada
umumnya dalam kehidupan ini.
DAFTAR PUSTAKA
3. http://blogmerko.blogspot.com/2013/01/makalah-pkn-tentang-kode-etik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar