Rabu, 15 Maret 2017

SUKSESNYA SEBUAH DAKWAH BUKAN DI UKUR DENGAN BANYAKNYA PENGIKUT



Apabila suksesnya sebuah dakwah dinilai dengan banyaknya jumlah manusia yang bisa menerimanya. Maka bisa diartikan para Nabi gagal dalam menyampaikan risalahnya. Bukankah yang mengikuti seruan para Rasul lebih sedikit dibanding yang menolaknya ?. Bahkan ada Nabi yang sama sekali tidak memiliki pengikut.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis. “Tatkala Nabi diisra’kan Nabi melewati beberapa Nabi yang bersama mereka pengikut yang banyak, beberapa Nabi lainnya sedikit jumlah pengikutnya dan beberapa nabi lagi tidak mempunyai satu orang pengikut pun”. (Imam Tirmidzi ).
Nilai pahala dari sebuah usaha dakwah, dilihat bukan dari jumlah manusia yang bisa dijaring untuk mendengarkan seruannya. Akan tetapi dari kesungguhan dan kesabaran menghadapi berbagai ujian yang dihadapinya.
الأَجْرُ يَقَعُ بِمُجَرَّدِ الدَّعْوَةِ وَلَا يُتَوَقَّفُ عَلَى الاِسْتِجَابَةِ
“Pahala didapat karena melaksanakan dakwah, bukan tergantung kepada penerima’annya”
Nabi Nuh ‘alaihissalam yang mendakwahi kaumnya siang dan malam hingga memakan waktu beratus-ratus tahun lamanya, akan tetapi yang mengikuti seruannya hanyalah sedikit sekali. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,
– Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun . .” (QS. Al Ankabut: 14).
– Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ
”. . Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit”. (QS. Huud: 40).
Kalaulah kesuksesan dakwah diukur dari jumlah orang yang mengikuti seruannya, maka bisa dikatakan Nabi Nuh telah gagal mengemban misinya, namun pada hakekatnya tidaklah demikian, karena para Nabi dan Rasul merupakan hamba pilihan yang mendapatkan tempat mulia di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itulah Allah Ta’ala memotivasi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam agar berdakwah secara optimal, tidak menakar kesuksesannya melalui jumlah yang didapat. Allah tegaskan bahwa kewajiban utusan Allah hanyalah menyampaikan risalah, tidak lebih dari itu.
Allah Ta’ala berfirman :
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ
”Maka tidak ada kewajiban atas para Rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An-nahl : 35).
• Hidayah milik Allah Ta’ala
Perkara hidayah, sesungguhnya itu semua adalah urusan Allah Ta’ala untuk memberikannya.
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56).
Maka barangsiapa yang memahami kaidah ini, seorang da’i akan berdakwah tanpa beban, tidak kecewa karena sedikitnya orang yang bisa menerimanya, walaupun siang malam dia menyeru manusia.
Allah tidak mewajibkan untuk menjadikan manusia mendapatkan petunjuk, karena hidayah milik Allah yang akan diberikan kepada siapa yang dikehendakinya.
Allah Ta’ala berfirman :
لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَن يَشَآءُ
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya”. (Al-Baqarah: 272).
Oleh karena itulah tidak sepantasnya seorang da’i mengeluh, gundah gulana karena kenyata’an melihat manusia hanya sedikit yang bisa menerima seruannya.
Allah Ta’ala berfirman :
فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ
“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (QS. Faathir: 8).
Tidak layak seorang da’i menimbang-nimbang dakwahnya antara terus berdakwah atau menghentikannya, karena melihat sedikitnya respon dari manusia.
با رك الله فيكمTop of FormBottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar