Apabila suksesnya sebuah dakwah
dinilai dengan banyaknya jumlah manusia yang bisa menerimanya. Maka bisa
diartikan para Nabi gagal dalam menyampaikan risalahnya. Bukankah yang
mengikuti seruan para Rasul lebih sedikit dibanding yang menolaknya ?. Bahkan
ada Nabi yang sama sekali tidak memiliki pengikut.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah
hadis. “Tatkala Nabi diisra’kan Nabi melewati beberapa Nabi yang bersama mereka
pengikut yang banyak, beberapa Nabi lainnya sedikit jumlah pengikutnya dan
beberapa nabi lagi tidak mempunyai satu orang pengikut pun”. (Imam Tirmidzi ).
Nilai pahala dari sebuah usaha
dakwah, dilihat bukan dari jumlah manusia yang bisa dijaring untuk mendengarkan
seruannya. Akan tetapi dari kesungguhan dan kesabaran menghadapi berbagai ujian
yang dihadapinya.
الأَجْرُ يَقَعُ بِمُجَرَّدِ
الدَّعْوَةِ وَلَا يُتَوَقَّفُ عَلَى الاِسْتِجَابَةِ
“Pahala didapat karena melaksanakan
dakwah, bukan tergantung kepada penerima’annya”
Nabi Nuh ‘alaihissalam yang
mendakwahi kaumnya siang dan malam hingga memakan waktu beratus-ratus tahun
lamanya, akan tetapi yang mengikuti seruannya hanyalah sedikit sekali.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,
– Allah Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman :
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى
قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun
kurang lima puluh tahun . .” (QS. Al Ankabut: 14).
– Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
berfirman :
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ
”. . Dan tidak beriman bersama
dengan Nuh itu kecuali sedikit”. (QS. Huud: 40).
Kalaulah kesuksesan dakwah diukur
dari jumlah orang yang mengikuti seruannya, maka bisa dikatakan Nabi Nuh telah
gagal mengemban misinya, namun pada hakekatnya tidaklah demikian, karena para
Nabi dan Rasul merupakan hamba pilihan yang mendapatkan tempat mulia di sisi
Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itulah Allah Ta’ala
memotivasi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam agar berdakwah secara
optimal, tidak menakar kesuksesannya melalui jumlah yang didapat. Allah
tegaskan bahwa kewajiban utusan Allah hanyalah menyampaikan risalah, tidak
lebih dari itu.
Allah Ta’ala berfirman :
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلا
الْبَلاغُ الْمُبِينُ
”Maka tidak ada kewajiban atas para
Rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An-nahl :
35).
• Hidayah milik Allah Ta’ala
Perkara hidayah, sesungguhnya itu
semua adalah urusan Allah Ta’ala untuk memberikannya.
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56).
Maka barangsiapa yang memahami
kaidah ini, seorang da’i akan berdakwah tanpa beban, tidak kecewa karena sedikitnya
orang yang bisa menerimanya, walaupun siang malam dia menyeru manusia.
Allah tidak mewajibkan untuk
menjadikan manusia mendapatkan petunjuk, karena hidayah milik Allah yang akan
diberikan kepada siapa yang dikehendakinya.
Allah Ta’ala berfirman :
لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ
اللهَ يَهْدِي مَن يَشَآءُ
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan
mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendakiNya”. (Al-Baqarah: 272).
Oleh karena itulah tidak sepantasnya
seorang da’i mengeluh, gundah gulana karena kenyata’an melihat manusia hanya
sedikit yang bisa menerima seruannya.
Allah Ta’ala berfirman :
فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ
حَسَرَاتٍ
“Maka janganlah dirimu binasa karena
kesedihan terhadap mereka.” (QS. Faathir: 8).
Tidak layak seorang da’i
menimbang-nimbang dakwahnya antara terus berdakwah atau menghentikannya, karena
melihat sedikitnya respon dari manusia.
با رك الله فيكم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar