Bicara zakat
seakan tidak pernah ada hentinya karena memang zakat terus berkembang yang
selalu ada peluang inovasi dan bisa dikreasi, tidak saja dari sisi maslahat
bagi penerima karena telah terbantu perekonomian atau kebutuhan hidupnya, dan
membuat ketenangan bagi muzaki karena telah menunaikan kewajiban sebagai orang
mu’min, namun terbukti konsep zakat mempunyai andil besar untuk mewujudkan
keharmonisan sosial ditengah masyarakat yang terkadang multi kultur.
Tidak bisa
dipungkiri bahwa kesenjangan sosial, kekurang harmonisan, serta kurang adanya
keakraban ditengah masyarakat diantara salah satu penyebabnya adalah perbedaan
kelas ekonomi seseorang yang terkadang membuat gaya hidup sedikit berbeda ,
yang pada akhirnya tanpa direncanakan dengan sendirinya terbentuk komunitas
sesuai dengan level ekonomi masing-masing. Sehingga antara aghniya (sikaya) dan
fuqara (simiskin) terkesan semacam ada jurang pemisah dalam berinteraksi
sosial. Yang pada gilirannya bukan tidak mungkin meskipun sama-sama orang
beriman namun mereka merasa bukan saudara.
Statemen diatas
sungguh itu bisa terjadi kalau mereka belum bisa mengendalikan egonya
masing-masing. Akan tetapi seandainya mereka menyadari bahwa apapun yang
terjadi dimuka bumi akan berjalan sesuai dengan kehendak Allah, maka
kekhawatiran akan terjadinya kesenjangan sosial, rapuhnya persaudaraan yang diakibatkan
karena level perekonomian bisa dihindari. Zakat, adalah salah satu solusi yang
ditawarkan yang bisa dijamin akan mampu menyelesaikan semuanya.
Adanya orang
yang wajib mengeluarkan zakat (Muzaki) kepada penerima zakat (mustahiq) adalah
dua pihak yang sudah disiapkan oleh Allah Swt, guna saling melengkapi dan saling
mengisi bahkan saling membutuhkan satu sama lain. Dengan berzakat, seseorang
yang mulanya tidak saling kenal menjadi saudara, juga karena mengeluarkan
zakat sesorang bisa terus menjaga ikatan
silaturahim. Dengan demikian maka menjadi jelas bahwa keberadaan keduanya
(Muzaki dan Mustahiq) bagaikan dua sisi mata uang yang menjadi satu kesatuan.
Tentu kita
sepakat bahwa Zakat memiliki banyak hikmah bagi kehidupan seorang muslim,
diantara sekian banyak manfaat zakat, salah satu fungsi zakat yang sangat penting
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah membina kerukunan ummat ditengah
masyarakat. Karena kerukunan yang solid dapat memperkokoh persatuan bangsa.
Islam menganjurkan persatuan ummat dan mencegah berbagai konflik di kalangan
kaum muslimin.
Zakat adalah
media komunikasi antara muslim kaya dan muslim miskin sehingga tidak terjadi
kecemburuan sosial dan jurang pemisah dalam kehidupan. Disamping itu Islam juga
mengajarkan peningkatan persaudaraan, menciptakan kebersamaan, dan memperkokoh
persatuan antar ummat. Ibadah zakat adalah langkah awal yang tepat dalam membangun
kerukunan hidup lintas lapisan sosial di masyarakat. Pada sebagian harta yang
kita punya terdapat hak milik bagi fakir, miskin, dan kelompok asnaf lain yang berhak menerima
zakat sesuai syariat agama. Mustahil kerukunan dapat tercipta bila kita tidak
memiliki tenggang rasa dan kepedulian sosial untuk berbagi dengan mereka yang
kurang mampu.
Karena dengan
zakat kadang menuntut seseorang (muzaki) harus berkomunikasi atau berinteraksi
dengan mustahiq secara langsung sekalipun menunaikan zakat sebaiknya adalah
lewat amil, bila ini terjadi tentu banyak hal yang didapat oleh keduanya yang
kemudian membuat mereka secara perlahan tercipta kenyamanan dan ketentraman didalam
berinteraksi tanpa harus terbebani beckground masing-masing yang sangat
berbeda. Inilah hikmah zakat dari sisi dimensi sosial yang paling kentara.
Lebih jauh
Islam dengan kitab sucinya Al-Quranul
karim, yang merupakan pedoman hidup setiap muslim dan menjadi rahmat bagi seluruh
alam, juga mengajarkan ummatnya untuk membayar zakat dengan penuh kesadaran, disamping itu juga
meyakinkan ke kita semua bahwa zakat hakikatnya tidak saja mampu menyucikan
harta namun juga mengharmoniskan hubungan sosial. Tidak banyak orang yang
memahami bahwa peran zakat mampu mencairkan keharmonisan sosial yang
mengkristal karena kesenjangan ekonomi.
Karena
didalamnya mengandung pesan bahwa zakat mengajarkan kepada kita untuk selalu
berempati dan memiliki kepedulian sosial kepada orang-orang yang tidak mampu.
Kemampuan merespons kondisi lingkungan inilah yang akan mengajarkan kepada
setiap muslim untuk memiliki kecerdasan emosial yang lebih baik. Kecerdasan
intelektual akan menjadi bencana bila manusia tidak mengimbanginya dengan
pertumbuhan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kekhawatiran ini
bisa disiasati atau diselesaikan dengan menyeimbangkan ketiganya dengan
membayar zakat kepada fakir miskin atau kaum dhu’afa karena sebagian harta kita
merupakan hak bagi mereka.
Ada I’tibar yang menyatakan “apabila kamu
mempunyai kerabat lantas kamu tidak pernah mengunjunginya dan tidak pernah
membantunya dengan harta, maka sesungguhnya
kamu telah memutuskan hubungan silaturahim dengannya”. Menurut Abu Laits dikatakan bahwa, dalam mempererat tali
persaudaan hendaknya tidak hanya dengan sekedar berkunjung saja namun sekiranya
sebagai saudara maka hendaknya saling membantu apabila saudara kita membutuhkan
bantuan.
Rasa kepedulian antar sesama
akan menjauhkan dari sifat hasad, iri, dengki dll, karena sifat hasad dan
dengki akan menghancurkan keseimbangan pribadi, jasmani dan ruhaniah
seseorang. Sifat ini akan melemahkan
bahkan memandulkan produktifitas. Islam
tidak memerangi penyakit ini dengan semata-mata nasihat dan petunjuk, akan
tetapi mencoba mencabut akarnya dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan
menggantikannya dengan persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain.
Ini semua membuktikan bahwa antara aghniya dan fuqara adalah dua pihak yang
saling membutuhkan karena ikatan syar’i, sehinga mampu menguatkan tali
persaudaraan. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar